Jabar

Mengembalikan Peran Pesantren Sebagai Pencetak Ulama Pewaris Nabi

Bagikan ke:

 

Oleh : Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka dan Member Writing Class With Has)

“Dengan dikeluarkannya Undang-undang Pondok Pesantren dan diperkuat oleh Perda Jawa Barat yaitu Fasilitasi Pondok Pesantren, maka sudah saatnya Pondok Pesantren mengembangkan potensinya menjadi mandiri,” tutur Kepala Bidang PD Pontren, Abdurahim, saat melaporkan Kegiatan Pengembangan Literasi Pesantren Tingkat Provinsi Jawa Barat Tahun 2021, Senin (7/6), di Hotel Fave Subang.

Ia yakin bahwa saat ini sudah banyak pondok pesantren yang mulai mengembangkan potensinya dengan memiliki usaha mandiri sehingga sudah tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan para santri dan pondok pesantren. (jabar.kemenag.go.id)

Pesantren adalah tempat mendidik para santri yang kelak diharapkan menjadi ulama dan juru dakwah sebagai penerang umat. Pesantren adalah tempat yang diberkahi, gudang ilmu agama, dan tempat menempa diri menjadi pribadi yang mukhlis, ‘faqih fiddiin’, pencetak para ulama yang siap terjun mengajarkan ilmu agama ke tengah-tengah masyarakat.

Adanya upaya pengembangan ekonomi di pesantren tentu akan mengalihkan fungsi utama pesantren sebagai lembaga pendidikan. Dapat dibayangkan seandainya kegiatan pesantren beralih dan tersedot untuk kegiatan ekonomi, maka jati diri pesantren sebagai pencetak ulama pewaris nabi akan hilang. Kualitas pendidikan agama para santri akan menurun dan kurang berbobot. Padahal masyarakat terlebih saat ini sangat membutuhkan kehadiran para juru dakwah.

Dengan memperhatikan program pemberdayaan ekonomi pesantren, ada indikasi bahwa pesantren dijadikan salah satu penopang ekonomi dan digiring dalam persaingan ekonomi ala kapitalisme. Ketika penguasa meminta agar masyarakat bisa mandiri dalam ekonomi, mendorong pertumbuhan dan persaingan bisnis, maka ini adalah indikasi semakin kokohnya sistem kapitalisme di tengah-tengah masyarakat.

Alih-alih pemerintah mengadopsi syariat Islam untuk mengatur perekonomiannya, pemerintah tetap menjalankan ekonomi kapitalisme dengan memanfaatkan potensi umat Islam untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

Bahkan cenderung “berlepas tangan” dalam posisinya sebagai penanggung jawab kebutuhan masyarakat baik sandang, pangan dan papan maupun kebutuhan publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Umat Islam, tak terkecuali pesantren, menjadi salah satu sasaran penting. Ini makin menguatkan bahwa pemerintah tak mampu lagi mewujudkan kesejahteraan rakyatnya terutama di dunia pendidikan.

Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat sesungguhnya adalah tanggung jawab dari penguasa. Bagaimana penguasa harus hadir sebagai “raa’in”, pengatur dan pengayom masyarakat, termasuk dalam memenuhi kebutuhan dan menyejahterakan ekonomi masyarakat.

Umat Islam patut menyadari peran strategis santri dan pesantren. Para santri adalah kaum muda harapan negeri. Karena santri adalah orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh, dan orang yang shalih. Artinya, jika peran strategis santri dikembalikan sebagaimana definisinya, maka sungguh besar potensi santri untuk kemajuan bangsa.

Terdapat pemahaman umum di tengah-tengah masyarakat, bahwa pesantren hanya mengajarkan Islam sebatas ilmu alatnya, seperti bahasa Arab, fikih, syarah kitab-kitab syarah hadits, tafsir, dan sebagainya. Namun melupakan poin-poin yang memuat sistem perpolitikan dalam Islam, sistem pergaulan Islam, sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan dan pembelajaran Islam, sistem peradilan dan persanksian dalam Islam, sistem pemerintahan Islam, sirah Nabi SAW bahkan hingga ke ranah aktualisasi dakwah dan jihad.

Islam adalah metode kehidupan, di mana tata aturan kehidupan Islam-lah yang akan digunakan untuk menjalani hidup sehari-hari. Sebagai muslim terlebih santri tentu harus berislam secara kaffah. Dan inilah yang hendaknya lebih diberdayakan di pesantren. Bukan pembelajaran yang sekadar ilmu alat saja.

Di negeri kita yang tengah darurat multidimensi, sejatinya tak kalah darurat pula andil santri bersama umat berjuang secara politis mengembalikan Islam sebagai sistem aturan kehidupan. Umat ini butuh solusi mendasar dari Sang Khalik, di mana ujung tombak pembelajarnya adalah para santri. Individu-individu muslim memerlukan perasaan, pemikiran, dan peraturan yang satu yakni ideologi Islam, di mana efektivitas simpul-simpul penyampainya ada di tangan para santri.

Walhasil, pemberdayaan ekonomi pesantren dengan segala bentuk programnya hanya akan mengalihkan jati diri pesantren dan menggerus kemuliaan pembelajaran ilmu agama yang ditujukan untuk mencetak santri dan ulama tumpuan umat. Tentu kita mengharapkan hadirnya para ulama tumpuan umat dalam menimba ilmu sebagaimana dalam hadis Rasulullah SAW:

“Sungguh ulama adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka ia telah mendapatkan bagian terbanyak (dari warisan para nabi).” (HR. Tirmidzi)

Wallahu a’lam bishshawab.

(02)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.