Agar Rakyat Tak Dilema dengan Kebijakan PPKM
Oleh: Yuyun Suminah, A. Md
(Seorang Guru di Karawang)
PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) menjadi kebijakan pemerintah berikutnya yang sebelumnya kebijakan PSBB. Kebijakan PPKM tersebut dilakukan karena lonjakan kasus Covid-19 terus meningkat. Di Jawa Barat sendiri sebanyak 325 titik daerah yang diberlakukan PPKM, tujuannya untuk menurunkan angka penyebaran virus Covid-19.
Namun, kebijakan tersebut menjadi dilema bagi sebagian rakyat terutama rakyat yang berpenghasilan sebagai pedagang. Mungkin tidak terlalu jadi masalah untuk rakyat yang berpenghasilan tetap tapi tidak bagi rakyat yang mengandalkan hidup dari hasil jualan. Wajar jika rakyat dilema dengan kebijakan tersebut. Disatu sisi kebijakan tersebut demi kebaikan rakyat agar virus Covid-19 ini tidak semakin menyebar luas namun disisi lain terutama rakyat yang berpenghasilan kecil ini jadi beban tersendiri.
Para pedagang ini mengandalkan kebutuhan sehari-harinya dari hasil jualan. Jika mereka tidak jualan kebutuhan sehari-hari pun tidak bisa dipenuhi. Seperti membeli bahan pokok, bayar listrik dan biaya hidup lainnya.
Keluhan rakyat ini dibenarkan juga oleh Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum mengaku mendapat banyak keluhan dari para pengusaha dan pedagang semasa PPKM Darurat ini. Menurut Uu, para pedagang mengeluhkan bahwa mereka mengalami penurunan omzet pemasukan akibat penerapan PPKM Darurat ini. (Mapaybandung.com 16/07/21).
Kebijakan PPKM bagi rakyat kecil tidak masalah justru akan ditaati selama pemerintah mencukupi kebutuhan rakyat. Jadi tidak ada istilah PPKM membuat rakyat mati kelaparan, tidak dipungkiri pemerintah pun memberikan bansos kepada sebagian rakyat namun tidak merata dan yang diberikan pun tidak mencukupi.
Dampak dari pandemi ini membuat semua sektor tumbang terutama sektor ekonomi. Ekonomi dalam sistem kapitalis menjadi lemah dihadapan Covid-19. Sebuah sistem yang membuat aturan ekonominya dari akal manusia yang memiliki keterbatasan. Sehingga setiap kebijakannya pun tidak pernah selesai sampai ke akarnya.
Sehingga kebijakan PPKM ini tidak efektif sudahi pandemi, itu terlihat banyak yang terkena dampaknya terutama ekonomi rakyat kecil. Keutuhan ekonomi keluarga pun jadi taruhannya. Maka tak heran demi menyelamatkan ekonomi keluarga seorang ibu pun turun tangan menjadi tulang punggung. Rela meninggalkan kewajibannya sebagi ummun wa rabbatul bait (seorang ibu dan manajer rumah tangga) bagi suami, anaknya dan meninggalkan masa pendidikan anaknya. Mengalahkan kerasnya dunia kerja demi berjuang menyelamatkan keluarga.
Belum lagi yang terikat dengan aturan tempat kerjanya membuat sekat besar bagi seorang ibu dengan anak dan keluarganya. Lelah pun menghampiri setelah bekerja ditambah ketika pulang ke rumah setumpuk kewajiban perlu diselesaikan. Maka tak heran dimasa pandemi bukan hanya lonjakan kasus Covid-19 saja yang meningkat kasus perceraian pun meningkat. Banyak sebagian suami istri memilih bercerai sebagai solusi untuk mengurangi beban ekonomi keluarga.
Berbeda sekali dengan aturan dalam sistem Islam yang melahirkan aturan ekonomi yang kuat dan mandiri. Sehingga disaat terjadi wabah sektor ekonomi tetap bisa berjalan. Jauh sebelum terjadinya wabah Rasulullah sudah memberikan solusi cara mengatasi wabah dengan mengunci daerah yang terpapar.
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Sehingga kegiatan masyarakat tidak terganggu di daerah yang tidak terpapar. Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan rakyat yang berada di daerah yang terpapar negara akan mencukupi semua kebutuhan setiap keluarga yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Itu semua ditopang dengan ekonomi yang semua aturannya berlandaskan syariat Islam. Ekonominya berkonsep baitulmal sebuah konsep dimana sebuah pemasukan diantaranya Seperti kharaj, fa’i, jizyah dan SDA (sumber daya alam) seperti hasil daratan, lautan dan lainnya dikelola dan diatur oleh negara. Hasil dari pemasukan tersebut akan dirasakan semua oleh rakyat muslim maupun non muslim.
Maka dengan ekonomi yang kuat mampu menyelesaikan dampak dari wabah, diantaranya ekonomi rakyat. Rakyat tidak akan dilema dengan kebijakan yang diberikan oleh sistem Islam karena rakyat akan dipenuhi kebutuhannya mulai dari pangan, sandang dan papan. Bukan hanya ketika wabah saja ketika tidak terjadi wabah pun akan dipenuhi. Sehingga kesejahteraan keluarga pun akan terwujud. Keutuhan keluarga pun terjaga semua anggota keluarga menjalani kewajibannya sesuai dengan perannya masing-masing.
Maka peran negara dalam hal ini sangat penting karena negara bertanggungjawab atas semua kesejahteraan rakyat baik yang muslim maupun nonmuslim.
“Pemimpin adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari) wallahua’lam.