PolitikPurwakarta

Medsos, Ongkos Politik yang Murah

Bagikan ke:

14089106_1286686354684060_2564919852361403455_n

PURWAKARTA-Politisi Purwakarta mengomentari hingar bingarnya konstelasi politik Purwakarta di media sosial, menjelang pelaksanaan Pilkada Purwakarta 2018. Mereka mengapresiasi peran aktif dan kontribusi pemikiran dari masyarakat. Komentar masyarakat terkait Pilkada Purwakarta 2018, baik di akun pribadi maupun akun group, dinilai menjadi salah satu tolok ukur suksesnya pelaksanaan pesta demokrasi tersebut.

13626994_1049638498456967_7163874765453484310_nBudi Sopani Muplih, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Purwakarta menilai keberadaan grup diskusi di media sosial sangat bagus, selama tak dijadikan sebagai media untuk saling mendiskreditkan personal tertentu. ”Semakin banyak (grup diskusi), semakin baik supaya problematika real di Purwakarta terbuka. Sehingga kelak menjadi kajian sosial yang komprehensif, dan terbentuk sebuah solusi yang relatif matang dan konstruktif,” kata Budi.

Dia menambahkan, Purwakarta dengan slogan Istimewa, mempunyai tanggungjawab moral yang besar untuk dapat merealisasikan (keistimewaannya) secara nyata dan merata dalam berbagai aspek kebutuhan masyarakat. Karena itu dibutuhkan dukungan yang kuat dari masyarakat secara masif dan konstruktif, ”Media apapun diharapkan mampu menjadi komunikator yang independen, yang memperhatikan multiaspek pranata sosial yang telah menjadi tradisi selama ini, baik secara perundangan, agama, dan budaya,” papar Budi yang tercatat sebagai anggota dewan ini.

Agar sebuah grup diskusi terjaga ketertibannya, Budi menyarankan supaya dibuat regulasi yang jelas. Misalnya menindak tegas dengan memblokir anggota yang menggunakan nama samaran, ”Anggota grup harus menggunakan akun asli, bukan akun palsu,” tuturnya. Tak bisa dipungkiri, akun palsu memang merebak di semua grup diskusi. Mereka menyembunyikan identitas diri atas pertimbangan tertentu.

Komentar lain dilontarkan Denhas Mubarok, politikus Partai Golkar. Dia berpendapat, secara signifikan, masyarakat sangat bergantung pada informasi dan wacana bahkan opini yang di-share di grup diskusi. Tapi, katanya, sangat disayangkan pengaruhnya lebih kepada sikap egosentris dan keakuan. ”Artinya tak ada grup yang dapat menjaga nilai-nilai netralitas dan menumbuhkembangkan kualitas demokrasi berdasar fakta dan data. Yang ada hanya olah-mengolah isu dan opini,” kata Denhas yang juga pengurus Dewan Pendidikan Purwakarta ini.

Dia juga menyayangkan banyaknya anggota grup yang menggunakan nama samaran, atau lebih dikenal sebagai akun palsu. Dikatakan Denhas, grup diskusi di media sosial bisa dijadikan sebagai sarana pendidikan politik, atau instrumen untuk menyampaikan aspirasi. Anggota bisa dengan leluasa menanggapi kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah. Namun dia menilai sejauh ini tak cukup efektif.

Sebab, lanjut dia, pendidikan politik tentu harus melibatkan nalar-nalar akademik, sosial, hukum, ekonomi, budaya dan sebagainya. Artinya, dialog dan sebuah isu tidak menjadi konstruksi berfikir yang obyektif dan realistis. Banyak komentar yang tak jauh dari mengkritik atas dasar ketidaksukaan.

”Itu sangat subyektif. Saran saya, para penggiat media sosial agar mengindahkan kode etik dan menjunjung tinggi demokrasi yg berkualitas. Beda pandangan atau pendapat tak langsung digeneralisasi sebagai lawan politik, apalagi ’menelanjangi’ seseorang sehingga termarginalkan,” paparnya.

Sedangkan A Harist Yogi, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPC PDIP Purwakarta berpendapat, grup diskusi merupakan sarana bagi mereka yang ingin suaranya didengar oleh lawan politik atau rival-rivalnya. Grup diskusi juga dimanfaatkan sebagai media untuk memperkenalkan kepada khalayak tentang sosok yang mereka dukung (menjadi calon bupati atau calon gubernur). ”Media sosial merupakan politic cost  yang paling murah,” kata Yogi.

Dia berpendapat bahwa pemanfaatan media sosial sebagai piranti politik sangat berguna karena menurutnya 15-18 persen masyarakat Purwakarta adalah pengguna aktif media sosial. ”Namun begitu, aktif pada grup diskusi tetap harus mengedepankan tanggungjawab dengan mengacu kepada Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),” ujar Yogi.

Pemerhati politik Purwakarta Ucok Ujang Wardi menuturkan, munculnya grup diskusi di media sosial patut mendapat apresiasi dalam upaya pendewasaan berdemokrasi. Menurut mantan Ketua DPRD Purwakarta ini, grup diskusi media sosial memberi manfaat bagi penyampaian pendapat publik. Materinya bisa berbentuk dukungan politik atau kritikan-kritikan terhadap kebijakan lokal hingga nasional. Komentar-komentar yang ada pada grup diskusi bisa menguak kelemahan-kelemahan para penentu kebijakan yang tak terkontrol secara konstitusional. ”Sepertinya warga puas mengekspresikan apa yang ada di benak mereka,” kata Ucok.

Hal senada diungkapkan Sekretaris DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Purwakarta Usep Solihin. Menurutnya, grup diskusi di media sosial bisa dijadikan ajang diskusi untuk pendidikan politik. Yang dia sayangkan, banyak komentar dari anggota grup yang melampiaskan kebencian terhadap pihak lain. ”Soal banyaknya akun palsu, saya kira tak perlu terlalu dipermasalahkan. Barangkali mereka menggunakan akun palsu atas pertimbangan agar lebih bebas melontarkan komentar,” kata Usep.

Dia berharap agar materi yang didiskusikan lebih fokus membahas masalah-masalah terkini. ”Yang terpenting adalah bagaimana media ini tak terdapat unsur sara dan penghinaan. Kalau pun ada kritikan, maka kritikan itu haruslah konstruktif,” harap Usep. Komentar lain datang dari politikus Partai Golkar Lalam Martakusumah. Menurutnya, media sosial adalah media tercepat dalam menyampaikan aspirasi.

”Saya usul agar para anggota grup diskusi di media sosial menggelar temu muka untuk lebih mempererat hubungan silaturahim,” ujarnya. Dia juga menyarankan, grup diskusi tak melulu membahas soal isu politik, tetapi juga informasi lain yang tak kalah manfaatnya. Misalnya informasi lowongan pekerjaan.(02)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.